“Oppa” Resmi Menjadi Kata Baku Bahasa Indonesia

    “Oppa” Resmi Menjadi Kata Baku Bahasa Indonesia

    KOTA MALANG - Kosakata “oppa” merupakan kata serapan dari bahasa Korea dan sudah sah sebagai Bahasa Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan sudah masuknya kosakata tersebut di KBBI edisi terakhir (2021). Secara teori, kata serapan masuk dengan empat pola, yaitu adopsi, adaptasi (pada umumnya adaptasi fonologi), translasi, dan kreasi. Karena tidak terjadi perubahan apa pun pada pengucapan (struktur fonologi) dan penulisannya, kata oppa diserap secara adopsi oleh KBBI.

    “Saya cek di KBBI kok sama penulisannya dengan pengucapan, padahal secara teori bahasa preskriptif, unsur konsonan sama dan berderet itu tidak baku (kata oppa menggunakan dobel p). Hal ini karena ada kosakata opa juga dengan makna yang berbeda sehingga ya sudahlah, penggunaan p ganda dipakai saja, ” ungkap Dr. Dany Ardhian, dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) pada Senin (18/7/2022).

    “Nah, pertimbangan lain mengapa kosakata ini bisa masuk adalah dari frekuensi penggunaan yang sering di media (terutama media sosial). Frekuensi penggunaan yang sering akan menyebabkan kosakata menjadi populer dan tentu orang perlu menelusuri makna yang dimaksud. Tentu saja Badan Bahasa bertanggung jawab untuk menjelaskannya, ” sambungnya.

    “Di samping itu, kosakata Bahasa Indonesia tidak ada untuk pemaknaan yang seperti makna kata oppa, yaitu panggilan dari perempuan kepada laki-laki lebih tua, biasanya yang memiliki hubungan dekat atau sudah kenal cukup lama. Bahasa Indonesia mempunyai kosakata mas, paklik, dan pakde, tetapi maknanya bisa bebas gender (terserah bisa wanita-pria, atau pria-pria). Nah, artinya kita tidak punya kosakata itu sehingga untuk mengisi kekosongan leksikal (baca kata), masuklah kosakata itu ke KBBI, kebetulannya dari bahasa Korea, ” jelasnya.

    Dr. Dany Ardhian juga menjelaskan adanya alasan lain bahwa kosakata ini ada unsur honorifiknya. Honorifik ini untuk penghormatan kepada seseorang (bisa karena faktor usia, status sosial, gender, atau agama). Ini menjadi alasan bagus bagi Badan Bahasa untuk memasukkan kosakata ini. Banyak kosakata baru yang bermunculan, tetapi tidak terakomodasi (misalnya karena kata-kata kotor, tabu, kasar) meskipun sudah populer di masyarakat.

    Terkait penggunaannya, saat ini hanya masih terlibat dalam bahasa lisan (bisa tuturan atau bahasa lisan yang ditulis, seperti dialog dalam teks drama, novel, atau cerpen). Belum sampai pada ragam bahasa tulis resmi.

    “Mungkin nanti, seiring berjalannya waktu dan tidak ada (atau belum ada) kosakata daerah yang menggantikannya, kosakata ini akan dipakai dalam bahasa tulis resmi, ” kata Dr. Dany Ardhian.

    “Secara semantik, makna kata yang muncul terutama kata serapan, cenderung mengalami pergeseran. Saya menebak kok akan tergeneralisasi (makna meluas) dan lebih amelioratif (makna baik). Tidak hanya untuk wanita kepada pria yang lebih tua dan akrab saja, mungkin akan juga terjadi penambahan fitur semantiknya, misalnya orang yang disegani. Selaras teorinya, unsur honorifik akan berjalan lurus untuk selalu menambah daya honorifiknya. Mungkin saja nanti kata oppa bisa digunakan untuk seorang bawahan (wanita) kepada atasannya (pria), ” pungkasnya.

    Selain oppa, ada beberapa kosakata Bahasa Korea yang terdaftar di KBBI, antara lain bingsu, bibimbap, kimci, bulgogi, mandu, mokbang, hanbok, gocujang, manhwa, dan bancan. (dts)

    kota malang
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Rektor UB Lepas 702 Mahasiswa FILKOM Demi...

    Artikel Berikutnya

    Kejari Kota Kediri Launching Satgas Pemberantasan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    BINUS Learning Community Palembang Mengadakan Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) dengan Tema "Cara Mudah Menentukan Harga Jual Produk yang Tepat!"
    Polresta Banyuwangi Siap Kawal Tahapan Krusial Pilkada 2024
    Syukuran, Pedagang Soto Branggahan Gelar Nyoto Bareng Mas Dhito

    Ikuti Kami